Potret Sosial dalam Puisi

Puisi dapat berfungsi sebagai potret sosial masyarakat suatu masa. Penyair mencatat, merekam kondisi sosial itu dalam karya-karyanya.


Kita sadari, kehidupan masyarakat adalah sumber penulisan yang tiada kering-keringnya. Permasalahan sosial seperti ketimpangan ekonomi, ketidakadilan hukum, korupsi, kezaliman penguasa, jatuh bangun orang-orang kecil membela haknya sering menjadi inspirasi lahirnya karya besar, baik prosa maupun puisi.


Beberapa penyair terkemuka Indonesia mencatat peristiwa-peristiwa sosial itu dalam puisi-puisi mereka.


Tiga Potret Sosial dalam Puisi

......
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
"Duli Tuanku?"

......

(Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini, Taufiq Ismail)


......
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.

......

(Sajak Sebatang Lisong, WS. Rendra)



.....
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau
meratakannya dengan tanah

......

(Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana, Gus Muh)



Tiga potongan puisi di atas memberikan gambaran kuat ketersentuhan sekaligus protes yang dalam para penyair terhadap kondisi sosial yang timpang dan sakit pada periodenya masing-masing.


Berikut sebuah puisi karya Wiji Thukul, penyair dan aktivis yang hilang di masa pemerintahan Orde Baru. Sejak 1998 sd sekarang tidak diketahui keberadaannya.



Peringatan

Jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!

Diberdayakan oleh Blogger.